Mengapa Tabungan yang Mengendap di Bank Nggak Bagus untuk Pemulihan Ekonomi

- Jumat, 10 Maret 2023 | 17:00 WIB
Ilustrasi uang santunan.  (ilustrasi uang)
Ilustrasi uang santunan. (ilustrasi uang)

halopedeka.com - Saat membuka pertemuan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Tahun 2023 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Februari lalu Presiden Jokowi menyinggung besarnya tabungan masyarakat.

Ia menekankan pentingnya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pascapandemi dengan cara mempercepat izin acara dan konser, mempercepat izin investasi, dan menjaga inflasi daerah.

Dari keseluruhan pidato tersebut, fokus media terpusat pada pernyataan Jokowi soal adanya tabungan atau dana masyarakat sebanyak Rp 690 Triliun yang tertahan di bank. Jokowi berharap agar para kepala daerah mengoptimalkan adanya dana ekstra atau tabungan ini untuk mendorong masyarakat belanja daripada menabung, termasuk dengan menghadiri acara dan konser yang perizinannya dimudahkan.

Tujuannya, menggerakkan ekonomi melalui konsumsi masyarakat, yang memang merupakan komponen penting dalam menyusun pendapatan negara.

Jokowi berkata:

Masyarakat ngerem. Tidak ingin belanja, tidak ingin ke restoran, ke pasar, ke mall, ke toko, belanja tidak. Lebih baik disimpan di bank… Ini tidak boleh. Kita harus mendorong masyarakat agar belanja bisa sebanyak-banyaknya untuk men-trigger pertumbuhan ekonomi kita.

 

Namun, tepatkah imbauan Jokowi ini ditujukan ke masyarakat? Apakah endapan dana atau tabungan ini memang perlu perhatian khusus?

Paradoks penghematan

Pemikiran Jokowi soal tabungan ini sejalan dengan teori paradox of thrift (paradoks penghematan) yang dipopulerkan oleh ekonom Inggris John Maynard Keynes. Menurut argumen paradox of thrift, menabung atau menambah tabungan pada saat resesi justru berpotensi memperparah resesi itu sendiri.

Sederhananya, resesi merupakan kondisi ketika aktivitas ekonomi mengalami penurunan signifikan dan orang-orang kesulitan mencari pekerjaan. Ketika resesi, ketidakpastian akan kondisi ekonomi ke depan akan membuat orang cenderung menahan pengeluaran dan menabung. Perusahaan juga akan ragu untuk berinvestasi dan menunggu kondisi ekonomi membaik dulu.

Namun jika semua orang dan perusahaan berpikir seperti itu, maka roda ekonomi justru tidak berputar akibat mandegnya konsumsi dan malah mempercepat datangnya resesi itu sendiri.

Kekhawatiran Jokowi soal dana yang tertahan di bank dan potensi melambatnya konsumsi cukup beralasan. Pasalnya, ekonomi Indonesia baru saja dilanda resesi pada 2020 dan 2021 akibat COVID-19 dan kenaikan tingkat suku bunga global. Belum lagi, ia kerap mewanti-wanti potensi resesi global tahun ini, walau tetap optimis perekonomian Indonesia tetap bertumbuh.

Jokowi juga mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa kontribusi konsumsi masyarakat ke pendapatan domestik bruto (PDB) tahun 2022 hanya sebesar 51,87%. Angka ini di bawah tahun 2021 yaitu 54,40%.

Meski demikian, kontribusi konsumsi mungkin bukan merupakan indikator yang cukup tepat. Bagaimanapun juga, konsumsi rumah tangga pada 2022 tumbuh sebesar 4,93%, jauh lebih cepat ketimbang tahun 2021 yaitu sebesar 2,02%.

Terlepas dari kelamnya perekonomian pada dua tahun pertama pandemi COVID-19, Indonesia pada 2022 dapat dikatakan jauh dari resesi. Pertumbuhan ekonomi 2022 tercatat sebesar 5,31%, tertinggi sejak Jokowi menjabat presiden pada 2014 dan jauh melampaui pertumbuhan tahun 2021 yang hanya sebesar 3,70%.

Kontribusi konsumsi tahun lalu turun bukan karena konsumsi melambat, tapi karena pertumbuhan ekspor yang tinggi – sampai-sampai membuat surplus neraca perdagangan tertinggi dalam sejarah. Hasilnya, kontribusi ekspor ke PDB naik dan membuat porsi konsumsi ke perekonomian terlihat lebih kecil.

Halaman:

Editor: Pramesti Utami

Tags

Artikel Terkait

Terkini

BCA Raih Laba Rp 11,5 Triliun pada Kuartal I 2023

Kamis, 27 April 2023 | 19:50 WIB

Ekonomi Syariah Terus Maju

Rabu, 26 April 2023 | 23:22 WIB

Kondisi Ekonomi RI Terus Menguat

Kamis, 20 April 2023 | 12:54 WIB

Mudik Lebaran Ikut gerakkan Ekonomi Daerah

Kamis, 20 April 2023 | 08:00 WIB

Terpopuler

X