Salah satu langkah strategis yang diambil untuk laju kenaikan harga bahan kebutuhan pokok adalah mengonsolidasi petani-petani kecil atau perorangan dalam skala ekonomi kecil atau koperasi yang nantinya akan menjadi off taker, aggregator produk, dan konsolidator petani.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan, korporatisasi petani menjadi salah satu langkah yang diambil untuk menahan laju kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Korporasi petani merupakan hal yang mendesak karena hasil pertanian Indonesia masih mengandalkan teknologi sederhana dan banyak bergantung pada kondisi alam.
Teten mengatakan, sektor pertanian saat ini menjadi perhatian pemerintah karena sangat mempengaruhi inflasi harga bahan kebutuhan pokok pangan. Apalagi biaya produksi yang tinggi masih menjadi persoalan yang belum bisa diatasi oleh petani.
Pemerintah juga akan mengembangkan rumah-rumah produksi untuk produk pangan yang menimbulkan inflasi, agar ketersediaan dan harga bahan kebutuhan pokok dapat dikendalikan.
“Kita akan mengembangkan rumah-rumah produksi bersama, untuk mengolah produk-produk yang menimbulkan inflasi, seperti cabai, bawang, yang memang sebenarnya perlu ada pengolahan pasca panen, untuk membuat pasta cabai, pasta bawang, untuk bumbu yang memang marketnya meminta bawang segar, sehingga nanti tidak lagi suplai kebutuhan bawang dan cabai dipengaruhi oleh musim, itu bisa tersedia,” kata Teten Masduki.
Lembaga-lembaga keuangan juga turut menyiapkan program untuk mengendalikan inflasi pangan. Bank Indonesia (BI), contohnya, menyiapkan subsidi bunga pinjaman Program Kredit Sejahtera, dan Program Kredit Pertanian Jawa Timur.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, Budi Hanoto, mengatakan pemberian bantuan kredit dengan masa tenggang dapat diberikan lembaga keuangan kepada petani agar dapat meningkatkan produktivitas.
“BI dengan OJK (otoritas Jasa Keuangan), juga dengan Komite Untuk Stabilitas Keuangan, membahas itu, karena saya rasa potensinya bagus juga apabila petani memperoleh grace period, jadi tidak hanya bebas agunan tetapi ternyata bisa memberikan kelonggaran itu,” jelas Budi Hanoto.
Grace period adalah kelonggaran waktu (masa tenggang) dalam melakukan pelunasan pinjaman pokok maupun bunganya selama jangka waktu tertentu agar tidak memberatkan pihak yang bersangkutan.
“Pengendalian inflasi pangan, kita cukup masif melakukan operasi pasar, bahkan di banyak pasar kita menyiapkan showcases, supaya kalau ada kebutuhan, beras terutama, tidak usah lagi harus digerakkan dari Bulog terdekat, misalnya gudangnya dimana, gudangnya dimana. Tapi showcases beras dan minyak goreng, itu disiapkan di beberapa pasar yang memang kebutuhannya cukup signifikan,” kata Khofifah Indar Parawansa.
Dosen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Cicilia Erna Susilawati, mengapresiasi rencana pemerintah membangun rumah-rumah produksi untuk menampung dan mengelola hasil pertanian, agar pasokan tetap terjaga di luar masa panen. Namun, katanya, diperlukan perencanaan dan strategi pengelolaan yang berkesinambungan.
“Menurut saya kalau grace period itu juga bagus ya, kalau misalnya memberikan kesempatan kepada masyarakat, pengusaha, petani untuk bisa membayar dengan menunda pembayaran. Tetapi tingkat suku bunga rendah menurut saya lebih menarik untuk menstimulus para pengusaha kecil atau petani untuk mengambil kredit dan mengembangkan usahanya,” jelasnya.
Sumber: VOA Indonesia baca artikel asli di sini
Artikel Terkait
Indeks Harga Pangan Melonjak ke Rekor Tertinggi Tahun Ini, Ini kata DPR
Ledakan Jumlah Penduduk dan Perubahan Iklim Ancam Produksi Pangan Dunia
Harga Rokok dan Beras Picu Inflasi di Bulan Februari