halopedeka.com - Menyambut Hari Buruh Internasional 2023 yang diperingati pada setiap tanggal 1 Mei Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan penciptaan lapangan kerja perlu diiringi dengan upaya untuk terus memperkuat pelindungan bagi keselamatan dan kesehatan pekerja.
Komnas Perempuan meminta di Hari Buruh ini, pemerintah memberi perhatian khusus pada kerentanan yang dihadapi perempuan pekerja dari diskriminasi dan kekerasan, baik di sektor formal maupun informal.
Adapun Tema Hari Buruh Internasional tahun ini adalah World Day for Safety and Health at Work 2023 atau Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sedunia 2023.
Pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi bagian integral dari pelindungan bagi perempuan pekerja Upaya pelindungan ini juga merupakan mandat konstitusi pada tanggung jawab negara dalam memenuhi hak-hak konstitusional yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) guna mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur bagi setiap warga negara.
“Dengan memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan pekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 juga perlu dimaknai dengan menciptakan kondisi kerja yang bebas dari diskriminasi berbasis gender dan kekerasan seksual bagi perempuan dan dengan menciptakan pelindungan yang lebih baik bagi pekerja di sektor informal,” jelas komisioner Tiasri Wiandani.
Baca: Perjuangan bagi kesejahteraan buruh
Sepanjang tahun 2022, Komnas Perempuan mencatat terdapat 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja. Kasus tersebut diadukan ke Komnas Perempuan.
Sebanyak 58 di antaranya adalah yang dilakukan oleh majikan, termasuk 4 di antaranya dialami perempuan pekerja rumah tangga. Juga ada sebanyak 11 kasus yang dilakukan perusahaan dan 43 kasus yang dilakukan oleh rekan kerja.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan juga mencatatkan adanya 93 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tempat kerja yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan dan 859 kasus terkait Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Pada kasus yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan, sebagian besar adalah kasus terkait kekerasan seksual dan terkait kesulitan mengakses hak kesehatan reproduksi dan maternitas perempuan pekerja.
Pengalaman pada diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan itu dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik perempuan pekerja sehingga menghalanginya untuk bekerja secara optimal atau bahkan menyebabkannya kehilangan pekerjaan.
“Pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga juga penting menjadi prioritas DPR dan Pemerintah pada sidang berikutnya sebagai langkah sungguh-sungguh untuk meneguhkan K3,” jelas Andy Yentriyani, ketua Komnas Perempuan.
Baca: Ribuan buruh turun ke jalan peringati hari buruh
Saat ini belum ada payung hukum yang dapat menjangkau sektor pekerja rumah tangga yang mayoritasnya adalah perempuan. UU Ketenagakerjaan tidak memuat sektor informal, sementara UU Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) hanya mencakup sebagian pengalaman pekerja rumah tangga ketika mereka tinggal satu atap dengan majikannya.
“Kita tidak dapat mengandalkan Perpu Cipta Kerja untuk memberikan pelindungan bagi perempuan pekerja di sektor formal dan apalagi di sektor informal seperti pekerja rumah tangga,” imbuh Andy.
Artikel Terkait
Perawat Rawan Alami Kekerasan, Komnas Perempuan Dorong Ratifikasi Konvensi ILO 190
Perempuan dengan Sindrom Down Rentan Alami Kekerasan Tapi Sering Diabaikan
Mensos: Setinggi Apapun Jabatannya Perempuan adalah Ibu dari Anak-anaknya