halopedeka.com - Pemerintah memutuskan untuk mengimpor 200.000 ton beras untuk memenuhi cadangan beras. Pelaku pasar menilai keputusan impor beras ini sebagai langkah yang tepat untuk mengintervensi harga yang sedang naik.
Namun, pelaku usaha tani menilai kebijakan impor beras itu menggambarkan perencanaan pemerintah yang ‘kacau‘ karena penyerapan di dalam negeri justru rendah. Bulog menampik tuduhan itu.
Ketua Koperasi Pasar Beras Induk Cipinang, Zulkifli Rasyid, menyambut baik langkah pemerintah untuk impor beras 200.000 ton beras bulan ini untuk memenuhi cadangan beras di Bulog.
Pasalnya, saat ini stok beras di pasar induk sudah menipis dan harganya melambung mencapai Rp10.500, dari harga normalnya sekitar Rp8.500 per liter untuk beras medium.
“Stok yang ada di pasar induk sangat menipis. Pemerintah mengambil keputusan untuk impor beras itu paling tepat karena beras dari daerah sudah tidak ada yang mengalir ke pasar induk. Posisinya rata-rata orang lagi pada menanam, nanti Maret baru panen. Kalau tidak impor, Desember ini saja kita sudah kedororan, apalagi Januari-Februari nanti,” kata Zulkifli kepada BBC News Indonesia.
Pasar induk Cipinang, kata Zulkifli, memerlukan 40-45.000 ton per hari, tapi sekarang hanya ada setengahnya. Untuk itu ia menilai keputusan impor beras penting untuk mengatasi kondisi ini.
Meski disambut baik pelaku pasar, keputusan pemerintah untuk impor beras, pada Desember ini, disebut pelaku usaha tani ‘tidak tepat’.
Guru besar Institut Pertanian Bogor yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa mempertanyakan perencanaan pemerintah terkait impor beras ini.
“Keputusan impor beras tersebut menyakitkan petani karena empat bulan berturut-turut harga gabah kering panen di bawah HPP [harga pembelian pemerintah], kenapa di saat itu tidak menyerap sebesar-besarnya. Baru sekarang ada wacana impor beras dan itu yang diamini teman-teman di pemerintahan semuanya. Itu kan kacau,” ujar Andreas.
HPP yang dimaksud Andreas adalah harga pembelian pemerintah. Bulog tidak boleh menyerap beras dari petani ketika harganya sudah di atas HPP.
Perihal penyerapan yang dinilai rendah, Sekretaris Perusahaan Bulog Awaludin Iqbal tidak setuju dengan pendapat itu. Dia mengatakan Bulog sudah melakukan penyerapan di periode yang memang sudah dijadwalkan untuk melakukan penyerapan.
“Kita melakukan penyerapan itu sepanjang beras atau gabah atau gabah kering panen atau giling itu bisa dilakukan penyerapan. Kalau harganya sudah di atas HPP kan tidak mungkin kita melakukan penyerapan,” kata Iqbal.
Baca: November kembali inflasi, Ini penyebabnya
Selain mempertanyakan penyerapan oleh Bulog, Andreas khawatir beras impor akan datang menjelang masa panen raya, yang biasanya berlangsung pada Maret.
Sumber: BBC Indonesia
Artikel Terkait
Sorgum Jadi Alternatif untuk Antisipasi Krisis Pangan Global
Kimpul, Alternatif Pangan Pengganti Beras yang Mudah Ditanam
Cetak Petani Milenial dan Sagu Center Masuk 7 Program Prioritas Unhas