Di Tangan Gen Z, Jamu Disajikan di Lingkungan Bergaya Barista

Pramesti Utami
- Rabu, 1 Maret 2023 | 19:00 WIB

halopedeka.com - Sebagai warisan budaya, jamu kini mula dilirik generasi muda. Sejumlah generasi baru para pengrajin dan pengusaha sekarang merangkul minuman jamu yang sudah berumur 1300 tahun ini dan memberikan sentuhan mereka sendiri.

Jony Yuwono, pemilik Acaraki , sebuah kafe jamu di Jakarta, melihat betapa populernya kedai kopi di ibu kota dan terinspirasi untuk menghidupkan kembali minuman pahit lainnya.

Dia sekarang menyajikan jamu di lingkungan bergaya barista.

Di kafe itu, Anda bisa menemukan para Gen Z Jakarta sedang memesan jamu kunyit asam bersama latte dari acaraki (sebutan untuk ahli campuran herbal di masa kerajaan Majapahit).

Alih-alih menggunakan alu dan lesung seperti para penjaja jamu gendong, acakari menyiapkan setiap minuman sesuai pesanan dengan bantuan penggiling kopi elektrik, French press, atau pembuat kopi V60.

Yuwono yakin minuman herbal bernama jamu tersebut masih memiliki nilai jual hingga saat ini.

“Orang-orang boleh bilang jamu sudah kuno atau pahit, tapi itu tugas kita untuk mengemasnya kembali. Bubble tea pada dasarnya adalah teh yang sudah berumur ribuan tahun,” ujarnya.

Menurut Yuwono, yang merupakan bagian dari tim peneliti nominasi jamu ke Unesco, seorang acaraki akan bermeditasi, puasa, dan sering berdoa untuk mengumpulkan energi positif yang dibutuhkan untuk penyembuhan.

Sementara Nova Dewi, pendiri Suwe Ora Jamu, telah memberikan sentuhan modern pada kafe jamu yang dipenuhi sofa di Jakarta, dia tidak melupakan akar dari minuman tersebut.

“Nenek saya selalu bilang kalau saya mau membantunya membuat jamu, saya harus fokus. Katanya niatnya harus benar,” kata Dewi.

Niat positif sama pentingnya dengan ramuannya, tutur Metta Murdaya, penulis buku tentang jamu.

 

“Niat positif merupakan bagian integral dari jamu karena resep telah diwariskan dari penyembuh kepada masyarakat dan orang tua kepada anak-anak. Sama seperti ketika Anda mengatakan itu sup ayam buatan ibu: mengapa itu lebih baik daripada makanan dari luar? Karena orang yang membuatnya untukmu," katanya.

Ingatan pertama Kalani tentang jamu adalah ketika mengunjungi pabrik nenek buyutnya, Nyonya Meneer, yang didirikan pada 1919.

"Hal pertama yang saya ingat adalah aromanya - itu mengaktifkan semua indra saya, dari satu ruangan di mana para perempuan akan memotong kayu putih di lantai, ke ruangan lain di mana mereka akan memilah bumbu dan rempah-rempah," katanya.

Saat pabrik yang menjual bubuk jamu tutup lima tahun lalu, Kalani memutuskan untuk mengikuti jejak nenek buyutnya dengan meluncurkan merek Jamu Bar secara online.

Halaman:

Editor: Pramesti Utami

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Pertamina Berangkatkan 3.000 Orang Mudik

Rabu, 19 April 2023 | 11:32 WIB

Mudik di Pagi Hari Lebih Aman, Berikut Alasannya

Senin, 17 April 2023 | 11:30 WIB

Armada Kapal Pelni: Perjalanan Tak Terlupakan

Senin, 10 April 2023 | 22:00 WIB

Festival Ogoh-ogoh Menyambut Hari Raya Nyepi

Minggu, 19 Maret 2023 | 12:00 WIB

Bingung Mau Weekend ke mana, Ke INACRAFT Aja!

Sabtu, 4 Maret 2023 | 13:00 WIB

Terpopuler

X