Halopedeka.com - Momentum Hari raya Idul Fitri 1444 H sangat memberikan peluang untuk mudik. Mudik menjadi tradisi yang lazim dilakukan oleh sebagian masyarakat dunia. Di Korea Selatan, misalnya, tradisi mudik dilakukan saat perayaan Chuseok yang merupakan festival musim panas Hangawi di tengah musim gugur. Di Negeri Paman Sam, mudik terjadi saat perayaan thanksgiving yang setiap tahunnya dirayakan pada Kamis minggu keempat bulan November. Sementara itu, di China, setiap Tahun Baru Imlek, warga akan mudik ke berbagai daerah yang dikenal dengan istilah chunyun.
Senada dengan negara-negara tersebut, masyarakat Indonesia juga mengenal tradisi mudik yang dilakukan menjelang perayaan Idul Fitri. Tradisi mudik ini bahkan telah dikenal sejak zaman Majapahit, di mana masyarakat pendatang di suatu daerah kembali ke kampung halamannya saat perayaan tertentu. Tradisi mudik ini diteruskan oleh para pendatang yang tinggal di kota-kota besar untuk pulang ke kampung halamannya dalam rangka bersilaturahmi dan merayakan Idul Fitri bersama keluarga.
Kepala Makara Art Center, Dr. Ngatawi Al Zastrouw mengatakan bahwa masyarakat desa yang melakukan urbanisasi ke kota tidak dapat melepas budaya desanya. Mereka selalu rindu kampung halaman yang menyimpan banyak kenangan dan rindu sanak keluarga. Upaya melepas rindu ini menemukan momentumnya pada saat Idul Fitri.
Ia menambahkan bahwa peristiwa mudik ini tidak saja terkait dengan masalah komunikasi yang dapat digantikan dengan teknologi. Ada dimensi afeksi yang sangat kuat yang terkait dengan tradisi mudik. “Teknologi hanya memenuhi aspek kognitif, tetapi tidak dapat memenuhi aspek afektif. Hal inilah yang menyebabkan tradisi mudik terus bertahan meski sudah ada teknologi komunikasi yang canggih sekalipun,” kata Dr. Zastrouw.
Tradisi mudik dapat bertahan karena memenuhi kebutuhan spiritual dan emosional (psikologis) masyarakat. Kesibukan atas pekerjaan sehari-hari ditambah kerasnya kehidupan masyarakat di perkotaan, menjadikan mudik sebagai pilihan terapi psikologis. Menurut Dr. Zastrouw, dibutuhkan momentum untuk kanalisasi emosi sekaligus katarsis atas kejenuhan yang dirasakan. Tradisi ini menjadi momentum katarsis atas berbagai problem psikologis yang dirasakan oleh masyarakat modern urban. (ui.ac.id)
Artikel Terkait
PT KAI Jual Tiket Kereta Api Subkelas hingga 3 Mei
Bahaya Panas Ekstrem yang Melanda Kawasan Asia
Melakukan PHK Disney, Ribuan Pekerja Terdampak
Pengunjung Ancol Membludak Saat Liburan Lebaran 2023, Penjualan Tiket Ditutup Sementara
Sebut Puncak Arus Mudik 2023 Tertinggi Sepanjang Sejarah, Jokowi Minta Warga Tunda Balik Hari ini dan Besok
Pemerintah Jalankan Seksi 4-6 Tol Cisumdawu, Arus Mudik Lancar