halopedeka.com - Data mencatat, banyak perkawinan anak terjadi karena kehamilan yang tidak diinginkan atau dalam bahasa lugasnya anak hamil di luar nikah. Tetapi apakah menikahkan anak yang masih di bawah umur karena hamil menjadi solusi?
Kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (Puskapa) Universitas Indonesia terkait perkawinan anak, merekomendasikan sejumlah langkah terkait kondisi anak hamil ini.
Terkait kondisi anak hamil ini, peneliti Puskapa UI, Andrea Andjaringtyas Adhi menyebut ada empat masalah yang harus dicermati.
“Kami melihat, yang melatarbelakangi anak mengalami kehamilan, yang pertama kesulitan hidup. Kesulitan hidup di keluarga rentan membuat mereka juga sulit untuk mendapat akses bantuan pengasuhan, sehingga itu mendorong kehamilan anak,” urainya soal anak hamil seperti dikutip VOA Indonesia.
Faktor kedua yang menyebabkan anak hamil adalah lemahnya ikatan kolektif di antara keluarga, komunitas dan kelompok sebaya. Ketiga, tantangan bagi anak dalam menimbang keputusan yang terbaik untuk mereka sendiri. Sedangkan yang keempat adalah sedikitnya kesempatan dan pelibatan kaum muda yang bermakna.
“Kami melakukan pemetaan, kalau empat masalah tadi tidak teratasi, anak mengalami kehamilan. Ketika anak hamil, bisa jadi mereka putus sekolah, dikeluarkan lalu dikawinkan. Ketika dikawinkan, bisa jadi tidak selesai sekolahnya dan rentan mendapat kekerasan domestik,” tambah Andrea.
Kondisi itu saling berkelindan dan melahirkan situasi sulit bagi anak, karena mereka tidak mendapat dukungan dan layanan yang komprehensif. Misalnya, karena masih anak-anak, mereka malu untuk datang mengakses layanan Puskesmas. Pada gilirannya, mereka para anak hamil ini tidak menerima dukungan untuk bisa melanjutkan hidup dengan layak.
Ada juga kemungkinan bahwa anak hamil mau mengakses, tetapi tidak tersedia layanan yang sesuai bagi anak-anak.
“Mereka merasa terisolasi, karena di usia anak dan hamil, pasti kondisinya berbeda dibanding yang sudah dewasa,” tandasnya.
Sejumlah program harus dilakukan, sebagai rekomendasi Puskapa. Pertama adalah pencegahan dan mitigasi risiko kehamilan anak dengan memberikan pendidikan seksual dan hak kesehatan reproduksi dan seksual (HKSR) seluas-luasnya.
Kedua adalah layanan bagi anak hamil selama masa kehamilan. Sedangkan yang terakhir adalah layanan bagi anak pasca melahirkan karena kita tahu, usai melahirkan adalah masa-masa tak mudah bagi seorang ibu apalagi jika usianya masih belia.
“Seribu hari pertama itu menjadi sangat krusial sekali. Di sinilah sebenarnya cara dan peluang kita bersama, untuk memastikan dan memutus rantai perkawinan anak secara tidak langsung,” tegas Andrea.
Artikel Terkait
Dear Kaum Muda, Ini yang Perlu Kamu Ketahui tentang Seksualitas dan HKSR
Perkawinan Beda Agama Disoal, Padahal Ada Putusan MA yang Mengakomodasinya
Sanggah Rabbani, Komnas Perempuan Tegaskan Kekerasan Seksual Bukan Karena Pakaian Terbuka
Dispensasi Perkawinan Anak Marak Akibat Kehamilan Remaja, PSI Serukan Solusi Sistemik