Riset: Usia 16-24 Jadi Masa Kritis Bagi Kesehatan Mental Seseorang

Pramesti Utami
- Minggu, 5 Februari 2023 | 15:00 WIB

halopedeka.com - Transisi dari remaja menuju ke dewasa – yaitu antara usia 16-24 tahun – merupakan masa di mana seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan pengalaman baru sehingga menjadi masa kritis bagi kesehatan mental.

Selain mulai memiliki legalitas hukum dan tanggung jawab yang meningkat, remaja di periode ini juga masih mengalami perkembangan biologis, psikologis, dan emosional – bahkan hingga usia 20an.

Riset yang kami lakukan tahun lalu terhadap 393 remaja berusia 16-24 tahun memperkuat asumsi tentang masa kritis bagi kesehatan mental di atas.

Riset kami juga mendukung temuan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) yang mengatakan 1 dari 4 remaja di usia ini menderita gangguan kesehatan mental.

Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari aktifnya hormon reproduksi, perkembangan otak yang terus berlangsung, serta pembentukan identitas diri mereka. Hal ini tentu dapat disertai ketidakstabilan emosi atau pengambilan keputusan yang sering kali impulsif.

Sedangkan, penelitian kami menemukan bahwa banyak remaja Indonesia di periode transisi ini mengalami tantangan beradaptasi terhadap kehidupan mereka yang mulai berubah, kesulitan mengatur waktu dan keuangan pribadi, serta mengalami peningkatan rasa kesepian saat belajar dan merantau di kota yang jauh dari tempat tinggal.


Baca juga: Patriotisme, moralisme, kapitalisme: tiga ideologi kuat dalam sistem pendidikan yang mempengaruhi kesehatan mental anak muda Indonesia


Usia 16-24 tahun adalah periode kritis

Riset di atas, yang dilakukan oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia, mencoba untuk memetakan keresahan mental remaja di periode transisi 16-24 tahun dari seluruh Indonesia – terutama mahasiswa tahun pertama – melalui survey online.

Sebanyak 95,4% menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan (anxiety), dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini.

Selain itu, dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami.

Pada periode ini, misalnya, banyak remaja tiba-tiba harus menjelajahi lingkungan yang baru, lingkaran pertemanan yang semakin luas, tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat, hingga budaya yang bisa jadi sangat berbeda – disertai dengan berbagai masalah dan konflik yang kerap muncul dari berbagai perubahan ini.

Penyelesaian masalah yang paling sering mereka lakukan adalah bercerita pada teman (98,7%), menghindari masalah tersebut (94,1%), mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet (89,8%).

Namun, sebagian juga berakhir dengan menyakiti diri mereka sendiri (51,4%), atau bahkan menjadi putus asa serta ingin mengakhiri hidup (57,8%).

Berbagai masalah yang dalam masa transisi ini berisiko tinggi menjadi lebih buruk di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan optimal.

Halaman:

Editor: Pramesti Utami

Sumber: The Conversation

Tags

Terkini

Memberi Makna Ibadah Puasa di Bulan Ramadan

Minggu, 26 Maret 2023 | 15:00 WIB

10 Ciri Lingkungan Sehat, Yuk Wujudkan Bersama

Minggu, 5 Maret 2023 | 13:00 WIB

Mitos-mitos yang Pojokkan Korban KDRT

Senin, 27 Februari 2023 | 10:00 WIB

Obat Herbal Diusulkan Diajarkan kepada Calon Dokter

Rabu, 22 Februari 2023 | 19:00 WIB

Pandemi Mengubah Cara Gen Z Dalam Berteman

Selasa, 21 Februari 2023 | 10:00 WIB

Jepang, Negara Paling Aman untuk Membesarkan Anak

Minggu, 19 Februari 2023 | 10:00 WIB

Bahaya Diabetes pada Anak Bagi Masa Depan

Rabu, 15 Februari 2023 | 19:00 WIB

Ini Penyebab Diabetes pada Anak Terus Meningkat

Rabu, 15 Februari 2023 | 15:00 WIB
X