Bahaya Diabetes pada Anak Bagi Masa Depan

Pramesti Utami
- Rabu, 15 Februari 2023 | 19:00 WIB
Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030. Foto: UIN Jakarta
Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030. Foto: UIN Jakarta

halopedeka.com - Peningkatan kasus diabetes pada anak di Indonesia sudah  dalam tahap “sangat mengkhawatirkan”, mengingat diabetes adalah tipe penyakit kronis dengan dampak sangat panjang.

Apabila pemerintah tidak segera mengintervensi temuan ini dengan kebijakan yang terukur, Diah khawatir tingginya diabetes ini akan “menurunkan daya saing mereka” di masa depan yang oleh pemerintah sendiri digadang-gadang sebagai “generasi emas”.

“Ini masalah jangka panjang yang mengkhawatirkan, karena kita akan mempunyai populasi yang bisa-bisa tidak jadi generasi emas dengan kondisi diabetes yang terus meningkat,” kata pendiri sekaligus CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) Diah Saminarsih seperti dikutip BBC Indonesia. 

Tingginya diabetes juga akan mendongkrak beban biaya kesehatan yang akan ditanggung oleh pemerintah. Sebab, diabetes merupakan jenis penyakit yang dapat memicu komplikasi penyakit lainnya seperti jantung dan ginjal.

Ali Ghufron pun mengatakan hal serupa apabila peningkatan kasus diabetes pada anak tidak ditangani dengan baik.

“Karena diabetes apalagi dengan hipertensi, kurang lebih 30% akan kecenderungan gagal ginjal yang perlu biaya mahal,” tutur dia.

Biaya pengobatan diabetes sendiri sejauh ini telah membebani keuangan negara. Pada 2020, BPJS Kesehatan mengeluarkan Rp20 triliun untuk memangani penyakit katastropik, salah satunya penyakit diabetes yang terus meningkat.

International Diabetes Federation (IDF) pun memperkirakan biaya penanganan diabetes di Indonesia akan meningkat hingga 33% pada 2045.

Kebijakan untuk kendalikan konsumsi gula

Terkait tingginya angka diabetes pada anak, Kementerian Kesehatan menyatakan kebijakan yang dilakukan sejauh ini adalah mengedukasi para orang tua untuk memahami informasi label nilai gizi pada bahan pangan dan minuman kemasan serta siap saji.

“Promosi dan edukasi secara masif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat selain itu juga mengurangi konsumsinya,” kata Juru bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi.

Upaya lainnya, kata Nadia, adalah dengan mengusulkan penerapan cukai pada makanan dan minuman berpemanis meski belum jelas kapan kebijakan ini akan diterapkan.

Terkait kebijakan pemerintah yang dianggap belum cukup ketat, Nadia mengatakan, “Promosi, edukasi, skrining awal melalui posyandu serta dukungan regulasi seperti pengenaan cukai dan pengawasan makanan dan minuman yang beredar menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan" dan "Kementerian Kesehatan tidak bisa sendirian".

Namun, Olivia Herlinda dari CISDI menilai langkah pemerintah yang lebih menggantungkan kebijakannya pada edukasi dan “berharap masyarakat melakukan pilihan baik sendiri” pada titik ini telah terbukti tidak efektif dengan menjamurnya pilihan makanan dan minuman manis yang tersedia.

Apalagi, pengawasan di lapangan pun tidak berjalan cukup baik dengan menjamurnya gerai-gerai siap saji tidak mencantumkan berapa kandungan gulanya.

Halaman:

Editor: Pramesti Utami

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Hal-hal Menarik dari Suku Tengger

Kamis, 8 Juni 2023 | 09:18 WIB

Mudik, Momentum Healing Masyarakat

Selasa, 25 April 2023 | 11:33 WIB

Bahaya Microsleep Ancam Pemudik

Senin, 24 April 2023 | 18:00 WIB

Tips Menjaga Pola Makan Saat Lebaran

Jumat, 21 April 2023 | 11:00 WIB

Pemuda diajak jadi anggota Bawaslu

Minggu, 16 April 2023 | 15:18 WIB

Berbagi Yuk! Lewat Box of Kindness

Minggu, 16 April 2023 | 15:00 WIB

Kota Kupang, The City of Coral

Senin, 10 April 2023 | 21:00 WIB

Mengenal Suku-suku di Indonesia

Senin, 10 April 2023 | 12:00 WIB

Terpopuler

X