Merdeka Belajar untuk Revitalisasi Bahasa Daerah yang Terancam Punah

- Selasa, 2 Mei 2023 | 16:00 WIB
membaca buku (Darius Sankowski)
membaca buku (Darius Sankowski)

halopedeka.com - Menyambut Hari Pendidikan Nasional, halopedeka.com menurunkan edisi khusus tentang pendidikan. Dan kali ini kami nukilkan tulisan Hardyanto, Linguis Terapan/Penerjemah Ahli Madya pada Asisten Deputi Bidang Naskah dan Penerjemahan, Deputi Bidang Dukungan Kerja Kabinet, Sekretariat Kabinet yang telah tayang di laman setkab.go.id. 

Hardyanto menyoroti keberadaan bahasa daerah di berbagai belahan dunia yang terancam punah akibat gempuran budaya luar. Simak tulisannya selengkapnya berikut ini: 

Bahasa Dunia dan Indonesia
Menurut data pada laman World Atlas of Languages (WAL) dalam situs web UNESCO saat ini terdapat 8.324 bahasa tutur dan isyarat.

Ribuan bahasa dimaksud didokumentasikan oleh pihak pemerintah, lembaga publik, dan komunitas akademik. Dari 8.324 bahasa, sekitar 7.000 masih digunakan.

Situs web Ethnologue, Languages of the World, salah satu situs yang otoritatif dan banyak dikutip oleh linguis, mencatat bahwa bahasa yang digunakan di dunia berjumlah 7.168. Namun demikian, 40 persen lebih bahasa dunia kini dalam keadaan terancam (endangered). Pengguna suatu bahasa kerap tinggal kurang dari 1.000 penutur.

Keterancaman keberadaan bahasa merupakan suatu masalah tersendiri dalam perkembangan dunia. Tidak terkecuali Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah (indigenous languages).

Menurut Ethnologue, Indonesia memiliki 715 bahasa daerah dan merupakan negara pemilik terbanyak kedua setelah Papua Nugini dengan 840 bahasa daerah. Sementara itu, menurut laman Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia pada situs web resmi Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa jumlah bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) di Indonesia yang telah diidentifikasi dan divalidasi sebanyak 718 bahasa.

Disrupsi dalam Perkembangan Bahasa
Editor Campbell dan Belew dalam bab pengantar pada buku Cataloguing the World’s Endangered Languages menyebutkan terdapat banyak penyebab keterancaman bahasa (languages endangerment). Mereka mengategorikannya ke dalam empat faktor. Keempat faktor penyebab masalah tersebut sejatinya lebih merupakan faktor-faktor nonlinguistik.

Pertama adalah faktor ekonomi. Hal ini mencakup antara lain tiadanya kesempatan ekonomi, perubahan ekonomi yang cepat, pergeseran dalam pola kerja, berkurangnya sumber daya, perubahan paksa dalam pola pencarian nafkah, komunikasi dengan kawasan luar, pemukiman kembali, perusakan habitat, globalisasi, dan seterusnya.

Kedua adalah faktor politik dan sosial. Hal ini meliputi di antaranya diskriminasi, represi, kebijakan bahasa resmi, tingkat pendidikan yang tersedia, pengusiran penduduk, dan lain-lain.

Ketiga adalah faktor sikap. Hal ini antara lain sikap para penutur terhadap bahasa-bahasa dalam ancaman dan terhadap bahasa nasional resmi dan bahasa dominan yang mengelilinginya, sikap anggota masyarakat arus utama terhadap minoritas dan bahasanya, gengsi dan stigma yang diasosiasikan dengan bahasa terancam dan bahasa dominan, dan seterusnya.

Terakhir adalah faktor tiadanya dukungan kelembagaan. Hal ini sebagaimana tergambarkan pada peran bahasa dalam pendidikan, pemerintahan, agama, dan media, atau bahkan kegiatan rekreasional seperti pertandingan olahraga, budaya populer, konser musik, dan lain-lain.

Dampak Buruk terhadap Bahasa Daerah
Disrupsi empat faktor nonlinguistik terhadap perkembangan bahasa mengakibatkan munculnya fenomena keterancaman bahasa. UNESCO telah menyusun sistem klasifikasi untuk menunjukkan tingkat keterancaman bahasa. Dalam publikasi bertajuk Atlas of the World’s Languages in Danger  susunan tersebut terbagi dalam enam kategori.

Bagan 1: Klasifikasi Tingkat Keterancaman Bahasa di Dunia oleh UNESCO

Tingkat Keterancaman Nilai Populasi Penutur
Aman / tidak terancam
(Safe, not endangered)
5 Bahasa ditutur oleh seluruh tingkat usia, dari anak-anak ke atas. Transmisi antargenerasi tidak ada gangguan.
Rawan
(Vulnarable)
4 Kebanyakan anak menutur suatu bahasa, tapi mungkin terbatas pada tempat tertentu.
Terancam
(Definitely endangered)
3 Anak-anak tidak lagi memelajari suatu bahasa sebagai bahasa ibu di rumah
Terancam parah
(Severely endangered)
2 Bahasa ditutur oleh kakek-nenek dan generasi yang lebih tua. Meski generasi orang tua mungkin memahaminya, mereka tidak menuturkannya pada anak-anak atau antara mereka sendiri
Kritis
(Critically endangered)
1 Penutur termuda adalah kakek-nenek dan yang lebih tua, dan mereka bertutur secara terpisah dan tidak sering.
Punah
(Extinct)
0 Tidak ada penutur suatu bahasa yang tersisa

Revitalisasi Bahasa Daerah di Indonesia
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Merdeka Belajar memberikan perhatian yang besar pada keterancaman bahasa daerah. Dalam rangkaian peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day) 2022, pada program Merdeka Belajar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menyampaikan pidato dan paparan berupa siaran video dalam kanal media sosial YouTube bertajuk “Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah”.

Halaman:

Editor: Pramesti Utami

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kenapa Pendidikan Montessori Sangat Penting?

Kamis, 25 Mei 2023 | 09:54 WIB

Rektor UPI Serahkan 3 SK Guru Besar

Jumat, 19 Mei 2023 | 08:20 WIB

Terpopuler

X