halopedeka.com - Salah satu poin di Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang menjadi perdebatan adalah mengenai tunjangan guru. Sebagian kalangan menolak karena RUU Sisdiknas menghapus tunjangan guru.
Sementara Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai pengusul mengklaim RUU Sisdiknas yang saat ini sedang digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kemendibudristek berupaya untuk menyejahterakan semua guru tanpa harus menunggu proses sertifikasi atau PPG.
Namun, tetap saja keberadaan RUU Sisdiknas menuai pro-kontra. Banyak pihak terutama guru-guru yang selama ini telah mendapatkan tunjangan khawatir tidak akan mendapatkan tunjangan lagi jika RUU Sisdiknas disahkan.
Benarkah isu tersebut? Apa kira-kira yang menyebabkan RUU Sisdiknas hangat diperbincangkan di masyarakat?
Dalam dialog yang dilakukan bersama Mendikbudristek Nadiem Makarim, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo menjelaskan, setiap perubahan lazim menimbulkan kekhawatiran, termasuk perubahan RUUSisdiknas yang melebur tiga UU sekaligus.
Dengan undang-undang baru, beberapa pihak khawatir akan membuat undang-undang lama dihapus atau tidak berlaku lagi. Dalam dialog yang dilansir dari laman Youtube Kemdikbud RI tersebut, Nadiem Makarim memastikan, RUU Sisdiknas tidak akan menghapus tunjangan yang selama ini telah diterima oleh para guru. Mereka akan tetap mendapatkan tunjangan hingga masa pensiun tiba.
Sebaliknya, RUU Sisdiknas merupakan kabar gembira dan informasi bagus buat para guru yang selama ini belum mendapatkan tunjangan sertifikasi melalui proses PPG Prajabatan atau PPG Dalam Jabatan.
Untuk mengakhiri polemic ini, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengusulkan agar tunjangan profesi guru maupun tunjangan profesi dosen dituangkan di dalam RUU Sisdiknas.
"Kami mengusulkan bahwa dosen maupun guru harus tetap mendapatkan tunjangan profesi. Begitu juga bagi guru atau dosen non-ASN melalui Kemnaker," ujar Ketua Komisi Pendidikan Tinggi dan Vokasi ICMI Prof Asep Syaifuddin di Jakarta, Senin (19/9/2022) sebagaimana dikutip Republika.
Dia mengatakan dalam RUU Sisdiknas tidak ditulis jelas terkait aturan tersebut. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar aturan tersebut tertulis jelas di RUU Sisdiknas sebagaimana halnya dengan UU Sisdiknas sebelumnya.
"Jadi, jangan sekadar janji dari menteri, melainkan dieksplisitkan dalam RUU tersebut," kata dia.
Dia berharap draft RUU Sisdiknas yang menggabungkan tiga UU dapat diperbaiki, sebelum dibahas dan disahkan menjadi UU. Sebelumnya, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo mengatakan dalam sistem yang berlaku saat ini terdapat penggabungan antara proses sertifikasi dan pemberian tunjangan penghasilan guru.
Sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, menjadi syarat bagi pemberian tunjangan yang bertujuan untuk kesejahteraan. Menurut Anindito, urutan ini terbalik. Guru seharusnya dijamin kesejahteraannya dahulu, sebelum dituntut untuk meningkatkan kualitas.
"Kalau orang bekerja, menjalankan tugas sebagai guru, ia seharusnya mendapatkan penghasilan yang layak dan ini tertuang dari RUU Sisdiknas," kata Anindito beberapa waktu lalu.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang sejak awal merespons keras RUU Sisdiknas mengajak Kemendikbudristek untuk berdialog secara terbuka guna membahas tunjangan guru ini. Bahkan, P2G menyebut hilangnya frasa tunjangan profesi guru dari RUU Sisdiknas menjadi mimpi buruk bagi guru.
Artikel Terkait
RUU Sisdiknas Gariskan Arah Baru Sistem Pendidikan Nasional
Membedah Tiga Tujuan Utama RUU SIsdiknas