halopedeka.com - Mayoritas fraksi di DPR RI sepakat ingin Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka atau coblos calegnya secara langsung. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengungkapkan, pandangan tersebut hasil dari komunikasi pihaknya dengan berbagai fraksi di DPR RI.
"Kami sudah membangun komunikasi dengan fraksi-fraksi dan hasil dari komunikasi kami itu, mayoritas fraksi (8 fraksi-red) sepakat di Pemilu 2024 mendatang tetap menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai UU no 7 tahun 2017," ujar Doli kepada wartawan, Selasa (3/1/2023).
Baca; Daftar 17 Partai Peserta Pemilu 2024
Politisi dari Fraksi Partai Golkar ini menghormati keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 lalu terkait system pemilu proposional terbuka, Bahkan mayoritas fraksi di DPR tersebut juga minta MK mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.
"Dan kami menghargai MK yang dulu tahun 2008 dimana sudah ditegaskan bahwa pemilihan umum di Indonesia termasuk Pemilu 2024 dilaksanakan secara terbuka, melibatkan rakyat langsung," tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa yang mengatakan bahwa fraksi-fraksi di DPR RI secara prinsip sepakat Pemilu 2024 dilakukan sistem proporsional terbuka. Selain itu, Politisi dari Fraksi Partai Nasdem ini juga menilai pernyataan Ketua KPU Hasyim Ashari tentang system pemilu tertutup di luar batas kewenangannya.
"Tidak mungkin Ketua KPU menyatakan ini kalau memang tidak punya tendensi atau tidak punya ekspektasi ke depannya. Harusnya Ketua KPU sudah ada itikad untuk menyampaikan Pemilu 2024 secara tertutup, kan begitu, di luar batas kewenangan," pungkasnya.
Baca: Ini sosok capres pilihan pemilih pemula
Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin menilai sistem pemilu proporsional tertutup akan berpotensi menutup kompetisi antar sesama kader dalam satu partai. Oleh karena itu ia berpandangan bahwa sistem itu, berbeda dengan sistem pemilu proporsional terbuka, berpeluang menghidupkan oligarki dalam tubuh partai politik.
"Bagi partai politik yang punya tradisi komando yang kuat dan sedikit otoriter, sistem pemilu proposional tertutup ini lebih disukai," ujar Yanuar dalam keterangan persnya, Rabu (4/1/2023). Sistem seperti itu, lanjutnya, menjadi peluang karir terbesar untuk kader partai politik dengan karakter tersebut.
Di sisi lain, sistem proporsional tertutup itu juga dinilai akan menghidupkan oligarki di dalam partai di masa lalu itu. Sementara oligarki politik relatif mendapatkan hambatan untuk tumbuh melalui sistem proporsional terbuka.
"Tertutupnya kompetisi antara sesama kader. Juga melahirkan para politisi yang lebih mengakar ke atas daripada ke bawah," tambahnya. Politisi PKB ini khawatir, sistem proporsional tertutup juga dimanfaatkan oleh kader partai politik yang berjiwa oportunis, elitis dan tidak mampu berkomunikasi dengan publik.
Baca: Ganjar kembali unggul dalam sejumlah jajak pendapat
Lanjut Yanuar, jika ada pihak yang mengusulkan sistem proporsional tertutup, maka menurutnya mereka ingin membawa musibah dan kecelakaan dalam demokrasi. Apalagi, jika Mahkamah Konstitusi (MK) turut melegalisasi sistem tertutup tersebut.
Oleh karena itu, ia meminta tidak ada satu pihak pun yang bermain-main dengan sistem kepemiluan yang sudah ada di Indonesia. Ia tak ingin, kegairahan dan partisipasi politik rakyat yang sudah terjadi melalui sistem pemilu proporsional terbuka, hilang karena sistem Pemilu tertutup.
Artikel Terkait
Begini Cara Mengecek Apakah Nama Anda Dicatut sebagai Anggota Parpol Peserta Pemilu 2024
Memasuki Tahun Politik, Partai Politik Diminta Tak Sembrono Pilih Capres
Survei: Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Presiden Jokowi Tinggi Tapi Tolak Presiden 3 Periode