Perkawinan Anak: Bukan Solusi Tapi Menambah Masalah

Pramesti Utami
- Jumat, 27 Januari 2023 | 17:00 WIB

halopedeka.com - Tingginya angka perkawinan anak menjaid perhatian publik, mengingat perkawinan anak memiliki berderet konsekuensi. Banyak dari perkawinanan anak itu terjadi karena menghindari zina dan kehamilan yang tak diinginkan.

Menanggapi hal ini, Ganesh Cintika Putri, peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM juga melihat, bahwa isu perkawinan anak sangat kompleks. Ada perbedaan isu dan perbedaan konteks antar daerah, ujar dia.

“Itu (perkawinan anak) harus diintervensi secara terpadu, multistakeholder. Ada makro, meso dan mikro, dan masing-masing level itu harus melihat struktur yang ada di masyarakat, kultur yang ada di masyarakat, dan proses sosial yang ada di masyarakat,” ujarnya.

Dari sisi hukum, Indonesia sudah memiliki aturan yang ketat terkait perkawinan anak. Namun pada penerapannya, aturan itu tidak seefektif yang diharapkan. Menurut kajian yang dilakukan Balitbangkumham, ada sejumlah faktor penyebabnya,

“Hukum di Indonesia ini plural. Kita tidak hanya mengenal hukum nasional, enggak hanya hukum pidana dan perdata, tapi di dalam masyarakat kita itu juga hidup hukum adat, hukum agama,” ujarnya.

Berbagai hukum di masyarakat itu mempengaruhi cara pandang tentang perkawinan, tentang batasan usia dewasa untuk menikah.

“Cara pandang yang berbeda ini yang kemudian menimbulkan ada resistensi,” lanjutnya.

Resistensi tidak saja berwujud penolakan, tetapi munculnya ketegangan di dalam masyarakat. Dalam praktik, ketegangan itu muncul misalnya pada perdebatan soal apakah seorang anak yang sudah bisa membantu perekonomian keluarga, bermakna sudah boleh menikah.

“Dan itupun pada akhirnya juga mempengaruhi keputusan penghulu ataupun hakim di tingkat daerah, untuk memberikan diskresi dalam dispensasi perkawinan anak ini. Karena mau tidak mau, mereka juga terpengaruh budaya yang ada di situ,” tambah Ganesh.

Hakim, pada posisi tertentu tidak bisa menolak ketika orang tua membawa anaknya yang sudah hamil, dan terancam tidak memiliki suami jika dispensasi tidak keluar. Dalam kasus lain, hakim mungkin juga tidak berdaya ketika orang tua mempersoalkan aib keluarga jika anaknya tidak menikah.

 

Perlu Peran Anak Muda

Pengkampanye dari Yayasan Plan Internasional Indonesia, Aditya Septiansyah, melihat isu perkawinan anak juga membutuhkan peran anak muda untuk menyelesaikannya.

“Sudah saatnya kita melihat anak, tidak hanya sebagai korban dari permasalahan perkawinan anak ini, tapi justru mereka bisa menjadi penggerak-penggerak yang mempengaruhi teman sebaya, untuk sama-sama bisa melakukan pencegahan perkawinan anak,” paparnya.

Plan Internasional Indonesia saat ini memfokuskan kampanye mereka di dua daerah, yaitu Sukabumi, Jawa Barat dan Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat. Tahun lalu, mereka menerbitkan buku saku berjudul “Mari Kita Cegah perkawinan anak”.

Buku ini, kata Aditya, telah disosialisasikan ke sekolah-sekolah di Sukabumi dan Lombok Barat. Kerja sama dengan pemerintah daerah juga dijalin untuk memastikan distribusi buku saku untuk remaja itu sampai ke tujuan.

Halaman:

Editor: Pramesti Utami

Sumber: VOA Indonesia

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Cara Pemerintah Kelola Sampah Perlu Diubah

Senin, 20 Maret 2023 | 13:00 WIB

Gangguan Pendengaran Dapat Dihindari. Ini Caranya

Kamis, 16 Maret 2023 | 19:00 WIB

Musik sebagai Inspirasi Pembelajaran Anak

Kamis, 9 Maret 2023 | 22:51 WIB
X