Wijayanto, Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), mengatakan PDIP berada pada posisi "dilema" antara memilih Puan Maharani dan Ganjar Prabowo.
PDIP masih bertahan karena adanya trah Soekarno. "Loyalis Mbak Puan dan Bu Mega banyak di PDIP. Hari ini, susah membayangkan [PDIP] tanpa trah Soekarno," kata Wijayanto.
Puan bisa menjadi penerus trah Soekarno, tapi "masalahnya adalah elektabilitas dan popularitas". Sementara itu, Ganjar Pranowo, "kader yang sangat populer. Tapi dia bukan pilihan."
"Itu kita bisa mengerti kenapa PDIP menahan pengumuman calonnya," tambah Wijayanto.
Faktor lainnya, Megawati paham betul dengan karakter pemilih di Indonesia. Pengumuman di detik-detik terakhir pencalonan akan lebih menguntungkan. "Tujuannya untuk memberi efek kejutan, dan dampak pemberitaannya masih tetap terjaga," tambah Wijayanto.
Apakah peta koalisi ini akan berubah lagi?
"Masih cair, walaupun sudah mengerucut," kata Wijayanto yang menilai sejauh ini belum ada satu pun koalisi yang ajeg.
Koalisi Perubahan akan sangat dipengaruhi pilihan Anies dalam memilih wakilnya. "Deklarasi resmi belum ada," tambahnya.
Sementara itu, koalisi Gerindra-PKB masih bisa digoyang ketika Prabowo Subianto digandeng Puan untuk melaju ke pilpres 2024, meskipun itu kemungkinannya kecil tapi belum tertutup, kata Wijayanto.
"Ini masih seperti politik Indonesia, seperti biasanya yang bisa berubah pada detik-detik terakhir," jelas Wijayanto.
Mada Sukmajati bahkan menyebut koalisi baru benar-benar pasti wujudnya, "baru bisa kita dapatkan setelah para paslon itu mendaftarkan diri sebagai peserta pilpres di KPU nanti."
Mada juga melihat partai-partai di koalisi KIB dan KKIR masih bermanuver. "Tapi bisa jadi mereka yang akan menentukan," katanya.
Sumber: BBC, baca artikel asli di sini
Artikel Terkait
Survei LSI: Tingkat Kepuasan terhadap Kinerja Jokowi di Titik Tertinggi Pasca Pencabutan PPKM
Ditanya Reshuffle Kabinet, Jokowi: Tunggu Kejutan Rabu Pon