Masalah pelarangan seks di luar pernikahan juga diangkat oleh media asing lainnya seperti kantor berita AFP yang mengusung artikel berjudul Indonesia parliament approves ban on sex outside marriage. Media asal Inggris, BBC dan The Telegraph, juga menurunkan serangkaian artikel senada.
Isu yang ramai diangkat berbagai media massa asing ini pun ditanggapi cepat oleh pemerintah dengan mengatakan bahwa pasal perzinaan yang diributkan ini berlaku jika ada delik aduan absolut sehingga wisatawan dikatakan tidak bisa dijerat dengan pasal ini. Namun, cepatnya reaksi pemerintah ini juga mengundang sejumlah pertanyaan tentang seberapa besar peran media asing memengaruhi kebijakan publik di Indonesia?
Bukan sekadar tentang pasal perzinaan
Jerome Wirawan, editor BBC News Indonesia mengatakan, medianya sebenarnya telah menyoroti berbagai polemik seputar KUHP, bahkan jauh sebelum undang-undang itu disahkan. Laporan yang dipublikasi sebelumnya melihat RUU KUHP saat itu dalam perspektif fundamental hak asasi manusia, termasuk di antaranya hak kesetaraan di hadapan hukum dan hak perlindungan hukum tanpa diskriminasi, serta privasi dan kebebasan beragama.
"Hanya saja, kenapa kemudian muncul sorotan kepada pasal perzinaan? Karena BBC seperti artikel yang ditulis oleh Jonathan Head, menyoroti bagaimana sebuah negara yang digadang sebagai demokrasi plural, tiba-tiba dituding mencampuri urusan moral yang sangat jauh ke belakang bahkan sudah tidak relevan lagi," ujar Jerome kepada DW Indonesia.
Ia menambahkan, sejak zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia termasuk sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. "Indonesia meski mayoritas muslim, tidak jadi negara yang memaksakan hukum-hukum syariah, tapi kedepankan demokrasi dan hak asasi", katanya. Ia menyayangkan kebebasan yang dijaga oleh Undang-Undang Dasar dan Pancasila ini justru berpotensi terkekang oleh KUHP baru.
Beda sorotan saat ini dan awal reformasi
Masduki, dosen komunikasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, yang juga Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) mengatakan, meski penetrasi media asing di Indonesia hanya masuk di kelompok elit, tapi pengaruhnya relatif kuat, karena dibaca oleh tokoh-tokoh penting dan disuarakan ulang oleh para aktivis yang terpapar media tersebut.
Menurutnya, ada perbedaan tema yang menjadi sorotan media asing mengenai Indonesia pada saat ini bila dibandingkan dengan masa awal reformasi. "Pada awal 1998 atau sebelumnya, media asing cenderung memberitakan apa yang menjadi produk regulasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya pemberitaan tentang kebebasan berekspresi, demokrasi, dan akses terhadap informasi", ujar Masduki lebih lanjut.
"Tapi, dalam KUHP ini kita melihat ada fenomena lain, bahwa media asing cenderung mengangkat isu privasi yang dianggap diintervensi negara, dan yang kedua mereka bicara tentang kepentingan-kepentingan ekonomi yang terganggu," ujarnya.
Peringkat Kebebasan Pers Negara Muslim
Benarkah radikalisme agama ikut mengancam kebebasan pers? Berikut peringkat negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dalam Indeks Kebebasan Pers Internasional versi Reporters Sans Frontières.


Kekuasaan Musuh Kebebasan
Kekhawatiran bahwa gerakan radikal Islam membatasi kebebasan pers hampir sulit dibuktikan. Kebanyakan penindasan yang terjadi terhadap awak media di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dilakukan oleh pemerintah, bukan ormas atau masyarakat, kecuali di kawasan konflik seperti Irak, Suriah atau Libya. Berikut peringkat kebebasan pers sejumlah negara muslim terbesar.


#120 Afghanistan
Wartawan di Afghanistan memiliki banyak musuh, selain Taliban yang gemar membidik awak media sebagai sasaran serangan, pemerintah daerah dan aparat keamanan juga sering dilaporkan menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis, tulis RSF. Namun begitu posisi Afghanistan tetap lebih baik ketimbang banyak negara berpenduduk mayoritas muslim lain.


#124 Indonesia
Intimidasi dan tindak kekerasan terhadap wartawan dilaporkan terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. Terutama kelompok radikal seperti FPI dan GNPF-MUI tercatat terlibat dalam aksi pemukulan atau penangkapan terhadap awak media. Namun begitu kaum radikal bukan dianggap ancaman terbesar kebebasan pers di Indonesia, melainkan militer dan polisi yang aktif mengawasi pemberitaan di Papua.


#139 Pakistan
Wartawan di Pakistan termasuk yang paling bebas di Asia, tapi kerap menjadi sasaran serangan kelompok radikal, organisasi Islam dan dinas intelijen, tulis Reporters sans frontières. Sejak 1990 sudah sebanyak 2,297 awak media yang tewas. April silam, Mashal Khan, seorang wartawan mahasiswa tewas dianiaya rekan sekampus lantaran dianggap menistakan agama.
Sumber: DW.com
Artikel Terkait
Ketimbang Cerewet di Media Sosial Mendingan Membaca Buku dan Petik 5 Manfaat Ini
Cara Mudah Meningkatkan Minat Membaca